Tari Nusantara

Perjalanan dan bentuk seni tari di Indonesia sangat terkait dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya, baik ditinjau dari struktur etnik maupun dalam lingkup negara kesatuan. Jika ditinjau sekilas perkembangan Indonesia sebagai negara kesatuan, maka perkembangan tersebut tidak terlepas dari latar belakang keadaan masyarakat Indonesia. Perkembangan tari di Indonesia berangsur-angsur telah mengalami perubahan sesuai dengan jamannya.

Seni Tari merupakan bagian dari bentuk seni, dan seni ( kesenian ) merupakan bagian dari kebudayaan manusia. Seni tari tidak dapat bediri sendiri tanpa dukungan seni laninnya, karena di dalam seni tari terdapat unsur seni lain yang menunjang pada keberadaan seni tari, misalnya tata busana, tata rias, tata lampu, tata panggung, iringan musik, dan tata suara. Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan gerakan-gerakan tubuh manusia. Seorang kritikus dari Amerika Serikat yakni John Martin dalam bukunya The Modern Dance menyatakan bahwa gerak adalah pengalaman fisik yang paling elementer dari kehidupan manusia ( Soedarasono, 1978 ).

Peran Seni Tari

Peranan seni tari untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia adalah dengan melalui stimulan individu, social dan komunikasi. Dengan demikian tari dalam memenuhi kebutuhan individu dan social merupakan alat yang digunakan untuk penyampaian ekspresi jiwa dalam kaitannya dengan kepentingan lingkungan. Oleh karena itu tari dapat berperan sebagai pemujaan, sarana komunikasi, dan pernyataan batin manusia dalam kaitannya dengan ekspresi kehendak. Secara garis besar fungsi tari ada 5 antara lain :

  1. Tari Sebagai Upacara

fungsi tari sebagai sarana upacara merupakan bagian dari tradisi yang ada dalam suatu kehidupan masyarakat yang sifatnya turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya sampai masa kini yang berfungsi sebagai ritual. tari dalam upacara pada umumya bersifat sakral dan magis. pada tari upacara faktor keindahan tidak diutamakan, yang diutamakaan adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia itu sendiri ataupun hal hal diluar dirinya. Tari upacara dibagi menjadi 2 yaitu tari adat dan agama

  • Tari Adat

beberapa contoh tari uapacar adat adalah bedhoyo ketawang (penobatan raja) gambyong, karonsih, dan gatot kaca gandrung ( adat perkawinan), kuda lumping, jatilan (seni tontonan rakyat) tari sekapur sirih untuk penyambutan tamu agung dan tari rangguk (jambi) untuk persembahan untuk tamu biasa.

  • Tari Agama

 tari upacara agama adalah tari yang diyakini memiliki karismatik khusus. Apabila tidak dilaksanakan akan berdampak kepada peri kehidupan selanjutnya. Tari upacara agama memiliki tradisi khusus., dilaksanakan dalam konteks yang berhubungan dengan pernyataan penghayan keagamaan di mana mereka lebih asyik apabila melakukan dengan penghayatan dalam dan bersifat memuja, dan penghayantan persembahan secara total. Contoh tari pendet, rangde, rejang, keris, pasraman, gabor, ngaben bedoyo semang, bendaya ketawang, gandari

  • Tari Sebagai Sarana Hiburan

salah satu bentuk penciptaan tari ditujukan hanya untuk di tonton. Tari ini memiliki tujuan hiburan pribadi lebih mementingkan kenikmatan dalam menarikan. Tari hiburan disebut tari gembira, pada dasarnya tarian gembira tidak bertujuan untuk ditonton akan tetapi tarian ini cenderung untuk kepuasan para penarinya itu sendiri. Keindahan tidak diutamakan, tetapi mementingkan kepuasan individual, bersifat spontanitas dan improvisasi.

contoh tari hiburan tari tayub (jatim, jateng), ketuk tilu (jabar), gandrung (banyuwangi), jogged bumbung (bali), serampang dua belas (Sumatra)

  • Tari Sebagai Sarana Pertunjukan

tari pertunjukkan adalah bentuk momunikasi sehingga ada penyampai pesan dan penerima pesan. Tari ini lebih mementingkan bentuk estetika dari pada tujuannya. Tarian ini lebih digarap sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat’ tarian ini sengaja disusun untuk dipertontonkan. Oleh sebab itu penyajian tari mengutamakan segi artistiknya yang konsepsional yang mantab, koreografer yang baik serta tema dan tujuan yang jelas. Contoh tari pertunjukan tari piring (Sumatra), tari ngremo(jatim), gambyong ( surakarta).

Tari Tradisional di Nusantara

Berikut ini beberapa contoh nama-nama tari Tradisional di seluruh Indonesia.

  1. Tarian Daerah Provinsi Bali
  • Tari Kecak

Tari Kecak merupakan tari tradisional khas Bali yang menggambarkan cerita dan tokoh pewayangan Ramayana. Tarian ini memadu padankan gerakan tarian yang artistik, sakral dan juga syarat makna. Berbeda dengan tarian lainnya, tarian ini tidak diiringi dengan alunan  musik. Melainkan dengan suara musik yang dihasilkan dari gelang kerincing yang digunakan oleh para penari di pergelangan kaki mereka. Selain itu, tarian ini juga memiliki busana yang sesuai dengan tokoh pewayangan yang diperankan. Dengan ditambah memakai bunga Kamboja pada salah satu telinga yang menjadi ciri khas Pulau Bali

  • Tari Legong

Legong berasal dari ‘leg’ yang berarti elastis dan ‘gong’ yang diartikan sebagai gamelan. Sehingga tarian ini menggunakan gamelan sebagai iringan musiknya. Tari legong dimainkan oleh 3 orang yang mana satu berperan sebagai penari pendahulu dan 2 diantaranya sebagai legong. Para penari akan mengenakan aksesoris kipas lengkap dengan hiasan bunga kamboja di kepala.

  • Tari Barong

Tari barong menceritakan sebuah perseteruan antara kebijakan melawan kejahatan. Barong berasal dari bahruang (beruang), meskipun beruang banyak wujud binatang lainnya yang dilukiskan. Hal ini tergandung dari jenis tari barong yang akan dibawa. Tarian ini biasanya dimainkan oleh 2 orang laki-laki. Satu memainkan anggota kepala dan yang satu laginya berada di ekor.

  • Tari Pendet

Tari pendet merupakan jenis tarian pemujaan yang biasanya dilakukan di Pura tempat ibadah umat Hindu. Tari ini bertujuan sebagai bentuk penyambutan datangnya Dewa dari langit. Tari ini dimainkan oleh beberapa penari wanita yang mengenakan pakaian adat khas bali

2. Tarian Daerah Banten

  • Tari Prajurit

Tarian ini merupakan tarian yang dimainkan oleh penari wanita dan pria (campuran). Tarian ini menggambarkan gerak cepat prajurit yang dipegang sesajen kesultanan. Perpaduan gerakan pencak silat dan formasi dinamis merupakan salah satu ciri khas dari tarian ini. Tarian ini menunjukkan kecepatan yang dimiliki oleh pendekar sesaji di masa lalu.

3. Tarian Daerah Provinsi Bengkulu

  • Tari Andun

Tari Andun adalah Tarian khas Bengkulu yang awalnya difungsikan sebagai sarana mencari jodoh. Dulu tarian ini digelar ketika masyarakat telah selesai panen padi. Seiring perkembangan, tari ini kemudian lebih difungsikan untuk menyambut tamu, atau digelar pada acara-acara penting, seperti perkawinan.

Tarian Andun biasa ditarikan oleh pemuda laki-laki (Bujang) dan perempuan (Gadis) berpasang-pasangan, tidak jarang juga hanya ditarikan oleh perempuan terutama yang belum menikah. Komposisi tersebut sangat terkait dengan sejarah Andun yang pada awalnya memang digunakan sebagai sarana mencari jodoh di musim panen padi.

  • Tari Lanan Balek

Tarian tradisional Bengkulu lainnya bernama Lanan Belek. Tari ini terinspirasi oleh cerita takyat Bengkulu. Cerita tentang seorang bidadari yang terpaksa tinggal di bumi karena selendangnya hilang dicuri seorang pemuda. Sekilas mirip dengan cerita tentang Jaka Tarub. Dalam pertunjukannya, Tari Lanan Belek mencoba menggambarkan kisah di atas yang pada akhirnya sang bidadari berhasil menemukan selendangnya untuk kemudian terbang lagi ke kahyangan. Penari Lanan Belek menggunakan pakaian adat khas Bengkulu berbahan beludru

  • Tari Kejei

Kejei merupakan salah satu tarian adat Bengkulu. Keberadaannya melekat pada Upacara Kejei, upacara perkawinan di Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Sebuah kesenian tradisi yang disajikan oleh para penari berpasangan putra dan putri. Umumnya berjumlah ganjil dan diharuskan dari suku berbeda.

Sebagai bagian dari rangkaian upacara adat perkawinan, tari ini tidak hanya dibawakan oleh penarinya saja, melainkan juga melibatkan mempelai pria dan wanitanya. Hal ini dimaksudkan sebagai pertanda pelepasan masa lajang kedua mempelai.

Selain sebagai hiburan dan tari pergaulan, Kejei juga merupakan tarian sakral yang mengandung nilai mistik. Ada beberapa aturan yang mengikat, termasuk para penari perempuannya harus masih perawan dan dalam keadaan suci. Jumlah ganjil diyakini akan digenapi oleh arwah nenek moyang.

Tarian Daerah Provinsi DI Aceh

  • Tari Saman

Tari saman merupakan tari tradisional dari Aceh yang bisa dibilang paling banyak memiliki anggota. Tari ini biasanya dihadirkan pada saat upacara-upacara adat ataupun acara keagamaan.

Tarian ini biasanya beranggotakan sekelompok orang dengan jumlah yang ganjil. Salah satu keunikan dari tari Saman ini adalah suara yang dihasilkan dari para pukulan tangan para penari yang memiliki alunan yang seragam.

Tari saman ditampilkan dengan cara duduk, rapi, dan berjajar yang tidak sama dengan tarian lainnya yang biasanya melakukan gerakan bebas

  • Tari Seudati

Seudati adalah sebuah tarian yang teramat agresif. Sebuah media dakwah yang disampaikan dalam keindahan dan kekompakkan gerak. ini merupakan salah satu tari dari kesekian banyak seni tari di Aceh yang berkembang dan tetap lestari sampai saat ini.

Dalam pertunjukannya, Tari Seudati ditarikan oleh delapan orang dengan setiap penarinya di beri jabatan atau istilah unik tersendiri. Syeikh (pimpinan), Apet (wakil), Apet bak (anggota ahli), Apet sak (anggota ahli), Apet uneun (anggota biasa), Apet wie (anggota biasa), Apet wie abeh (anggota biasa) dan Apet unuen abeh (anggota biasa)

Tarian Daerah Propinsi DI Yogyakarta

  • Tari Golek Menak

Tari Golek Menak adalah jenis Tari Klasik Gaya Yogyakarta yang terinspirasi oleh Kesenian Wayang Golek Menak. Tari ini diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX setelah melihat pertunjukan Wayang Golek Menak di tahun 1941.

Dari pertunjukan tersebut kemudian terciptalah sebuah tarian atau beksan Menak. Gerakannya bernuansa tarian klasik Gaya Keraton Yogyakarta yang mengadopsi Budaya Wayang Golek.

  • Tari Serimpi

Tarian Serimpi merupakan salah satu tari klasik yang dimainkan oleh beberapa penari wanita cantik dan anggun.

Tarian ini menggambarkan kelemah-lembutan dan kesopanan yang diperlihatkan dari gerakan yang pelan dan lembut oleh masing-masing penarinya. Tarian yang sarat akan makna untuk selalu mengajarkan dan menjaga kesopanan diri dimanapun berada serta selalu bersikap baik terhadap semua orang tanpa memandang agama, suku, ras ataupun warna kulit.

Nama Serimpi sendiri oleh Dr. Priyono dikaitkan dengan akar kata “impi” atau mimpi. Gerakan lemah gemulai tarian serimpi yang berdurasi 3/4 hingga 1 jam itu dianggap mampu membawa para penonton ke alam lain (alam mimpi). Penonton akan terhanyut dan terbawa oleh alur tarian Serimpi yang memiliki waktu pementasan cukup lama. Tak banyak yang menyadari bahwa tarian ini merupakan tarian yang menggerakkan alam bawah sadar penonton untuk ikut ambil bagian dalam setiap alur tarian.

Konon, munculnya tari Serimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan Mataram, saat Sultan Agung memerintah antara 1613-1646. Dan tarian ini dianggap sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton sebagai ritual kenegaraan hingga peringatan Naik Tahta Sultan.

Tarian Daerah Gorontalo

  •  Tari Tidi
Tidi (Tarian Klasik Gorontalo)

Istilah Tidi bisa dikatakan mewakili tarian klasik dalam  budaya Gorontalo. Baik busana, gerak, formasi, serta properti tariannya sarat nilai sehingga tidak boleh diubah. Jenis tarian ini ada sejak masa pemerintahan Raja Eyato atau ketika agama Islam menguat di Kerajaan Gorontalo.

Sejalan dengan falsafah adat bersendi syara’, dan syara’ bersendikan Kitabullah (Al-Quran) maka setiap bagian yang membentukan Tidi haruslah disesuaikan dengan nilai agama Islam. Harus mengandung nilai moral dan nilai pendidikan.

Sehubungan dengan nilai-nilai tersebut, dikenallah lima keterikatan. Keterikatan dalam menjalankan syariat Islam, sebagai ratu rumah tangga, kekerabatan (keluarga, tetangga, dan  masyarakat), pergaulan sehari-hari. Serta keterikatan  hak dan kewajiban rumah tangga

Tarian Daerah DKI Jakarta

  • Tari Yapong

Tari Yapong tercipta. Oleh karena penarinya meneriakan “Ya Ya Ya Ya Ya“, disusul suara alat musik pengiring yang berbunyi “pong“, akhirnya tari ini dinamakan “yapong“.

Pementasan seni dalam rangka ulang tahun Jakarta ke-450 sendiri berhasil digelar di Balai Sidang Senayan pada tanggal 20-21 Juni 1977. Acara tersebut didukung oleh 300 orang artis dan musikus yang turut andil memeriahkannya.

Setelah pementasan tersebut, Pusat Pelatihan Tari (PLT) Bagong Kussudiardja beserta Dinas Kebudayaan DKI Jakarta mengubah tarian ini dari bentuk sendratari untuk dikembangkan menjadi tarian lepas.

Tarian Daerah Jambi

  • Tari Sekapur Sirih

Tari sekapur sirih merupakan tarian tradisional Jambi untuk ucapan selamat datang bagi para tamu besar. Tarian Jambi ini diciptakan Firdaus Chatab pada tahun 1962. Sesudah itu di tahun 1967, tarian ini kembali ditata ulang oleh OK Hendri BBA dimana tarian ini menjelaskan tentang sebuah perasaan lapang sekaligus terbuka yang ada pada masyarakat Jambi untuk para tamu yang sedang berkunjung ke daerah tersebut.

  • Tari Selampit Delapan

Ini merupakan tarian tradisional Jambi yang menceritakan tentang pergaulan muda mudi Jambi. Tarian ini juga mengandung arti penting untuk mendekatkan pergaulan. Delapan kain selampit memiliki banyak warna yang dijadikan simbol pertautan pergaulan muda mudi Jambi. Tarian Jambi ini dilakukan oleh 8 orang penari yang saling berpasangan dan masing masing akan memegang sehelai selamput. Para penari lalu melakukan gerakan menyilang sambil merajut selampit yang mereka pegang. Selampit ini nantinya akan membentuk tali tersusun dari berbagai warna dan koreografinya sendiri menjadi lambang persatuan antar kaum muda di daerah Jambi

Tarian Daerah Provinsi Jawa Barat

  • Tari Jaipong

Sejak kelahirannya di tahun 1976, tari ini bertumbuh sangat pesat. Bermula dari rekaman Jaipongan oleh SUANDA GROUP yang distribusikan secara swadaya oleh H. Suanda di wilayah karawang dan sekitarnya. Alhasil, ternyata rekaman tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat penikmatnya.

Selanjutnya jaipongan menjadi sarana hiburan masyarakat Karawang dan mendapatkan apresiasi yang cukup besar dari segenap masyarakat karawang. Bahkan Tari Jaipong seolah menjadi fenomena baru dalam ruang seni budaya karawang, khususnya seni pertunjukan hiburan rakyat.

Pada awal perkembangannya sebagai seni pertunjukan alternatif, kesenian Tari Jaipongan mampu memberikan warna dan corak yang berbeda. Menambah warna budaya bersama seni tradisi yang lebih dulu tumbuh di Karawang seperti Pencak Silat, Topeng Banjet, Ketuk Tilu, Tarling dan Wayang Golek.

Tari Daun Pulus Keser Bojong dan Rendeng Bojong merupakan karya pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat. Keduanya adalah tari putri dan tari berpasangan. Dari keduanya, terdapat beberapa nama Penari Jaipong handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali serta Pepen Dedi Kurniadi.

Terdapat isu sentral yang sempat menghiasi perkembangan tarian ini yakni perihal gerakannya yang erotis dan vulgar. Namun, isu tersebut perlahan surut seiring dengan kepopuleran seorang Gugum Gumbira di mata masyarakat.

  • Tari Topeng

Tari topeng Cirebon adalah salah satu tarian di wilayah kesultanan Cirebon. Tari Topeng Cirebon, kesenian ini merupakan kesenian asli daerah Cirebon, termasuk SubangIndramayuJatibarangMajalengkaLosari, dan Brebes. Disebut tari topeng karena penarinya menggunakan topeng di saat menari. Pada pementasan tari Topeng Cirebon, penarinya disebut sebagai dalang, dikarenakan mereka memainkan karakter topeng-topeng tersebut.

Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java mendeskripsikan bahwa kesenian topeng Cirebon merupakan penjabaran dari cerita Panji dimana dalam satu kelompok kesenian topeng terdiri dari dalang (yang menarasikan kisahnya) dan enam orang pemuda yang mementaskannya diiringi oleh empat orang musisi gamela

Tarian Daerah Provinsi Jawa Tengah

  1. Tari Gambyong

Tari Gambyong adalah salah satu tarian tradisional Jawa yang berkembang di Jawa Tengah khususnya di daerah Surakarta. Pada awalnya tarian ini adalah kesenian yang difungsikan sebagai bagian ritual upacara pertanian untuk kesuburan padi. Dewi Sri yang diyakini sebagai dewi pertanian, dalam tarian ini digambarkan sebagai para penari yang sedang menari. Selanjutnya, seiring perkembangan tari ini lebih digunakan untuk memeriahkan acara resepsi perkawinan dan menyambut tamu-tamu kehormatan atau kenegaraan.

Tarian Daerah Provinsi Jawa Timur

  • Tari Reog Ponorogo

Tari Reog Ponorogo  merupakan tarian tradisional Jawa Timur yang popularitasnya mendunia. Seni asli Ponorogo ini masih kental dengan hal-hal yang berbau  mistis. Kesenian ini biasanya dipentaskan dalam berbagai upacara adat dan acara pernikahan. Terdapat dua hingga tiga jenis tarian yang ditampilkan, dengan tarian utamanya adalah penampilan penari dengan memakai topeng kepala singa. Uniknya penari mampu  membawa topeng yang memiliki berat sekitar 50-60 kilogram.

  • Tari Gandrung Banyuwangi

Tari Gandrung merupakan tari tradisional khas Banyuwangi. Tarian ini dilakukan sebagai wujud syukur masyarakat setelah panen.Pertunjukan Tari Gandrung disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Tari Gandrung ini sering dipentaskan mulai dari acara perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya. Tari tradisional ini juga menjadi kebanggaan masyarakat Banyuwangi yang tak hanya terkenal di Indonesia, bahkan sudah mendunia

  • Tari Remo

Tari Remo merupakan tarian tradisional asal Jombang Jawa Timur. Tarian ini berkisah tentang perjuangan seorang pangeran di medan perang. Pada zaman dahulu tarian Remo yang khusus dilakukan oleh penari laki-laki. Tarian tradisional ini juga digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan Ludruk.

Namun, kini tari Remo ditarikan oleh perempuan, sehingga menimbulkan gaya tari lainnya, yaitu Remo Putri atau Tari Remo gaya perempuan dan banci. Seiring berjalannya waktu, mulai bergeser menjadi tarian menyambut tamu, terutama tamu negara.

Tarian Daerah Provinsi Kalimantan Barat

  1. Tari Ajat Temuai Datai

Ajat Temuai Datai merupakan tarian tradisional Kalimantan Barat khas Suku Dayak Iban. Penamaannya diadopsi dari bahasa Dayak Mualang, satu diantara sub etnis Dayak Iban. Dalam istilah Ajat Temuai Datai terkandung maksud proses pengucapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas kedatangan temuai (tamu) di tanah Kalimantan.

Sesuai maksud yang terkandung dalam namanya, Tari Ajat Temuai Datai berfungsi untuk menyambut tamu. Kini tarian ini menjadi tari penyambutan tamu kenegaraan, sering juga dibawakan saat ada kunjungan wisatawan ke kampung Dayak Mualang. Dulu, tari ini bersifat sakral, erat kaitannya dengan kebiasaan Dayak Mualang yang gemar berperang

  • Tari Monong

Tari Monong atau Tari Manang atau Tari Balian merupakan tarian Dayak Kalimantan yang difungsikan sebagai tari penyembuhan. Sebuah tarian sakral bagian dari upacara adat Bemanang atau Balian. Upacara ini bertujuan untuk menghilangkan pengaruh roh jahat yang menyebabkan orang sakit, sial, atau bahkan meninggal. Dalam tarian Monong, sang penari berlaku seperti dukun yang membacakan jampi-jampi dalam bahasa Dayak. Tarian ini pun disajikan dikala sang dukun atau penarinya itu sedang dalam keadaan trance. Sebagai tari penyembuhan, tari ini difungsikan sebagai penolak / penyembuh / penangkal penyakit agar si penderita sembuh kembali.

Tarian Daerah Provinsi Kalimantan Selatan

  1. Tari Radap Rahayu

Tari Radap Rahayu merupakan tarian klasik yang awalnya bersifat sakral, berfungsi untuk menolak bala dalam tradisi Tapung Tawar. Tari ini menceritakan turunnya para bidadari ke dunia untuk memberi keselamatan. Penarinya berjumlah ganjil dan disajikan dengan diselingi syair yang isinya mengundang makhluk-makhluk halus, khususnya pada gerak Tapung Tawar.

Meski sempat mengalami mati suri, tarian ini dihidupkan kembali pada tahun 1928 oleh Kiai Amir Hasan Bondan, tokoh masyarakat Banjar. Seiring perkembangan, tarian tradisional Kalimantan khas Banjar ini pun mengalami banyak perubahan, tidak terkecuali perubahan fungsionalitasnya. Saat ini, Radap Rahayu hanya difungsikan sebagai Tari Penyambutan

  • Tari Baksa Kembang

Selain Radap Rahayu, tarian Kalimantan Selatan yang tumbuh dan berkembang di Kerajaan Banjar adalah Tari Baksa Kembang. Sebuah tarian klasik yang bisa disajikan secara tunggal atau berkelompok, yang mana semua penarinya adalah wanita dalam jumlah ganjil. Tari ini menggambarkan kebiasaan gadis remaja dalam merangkai bunga di halaman istana Banjar.

Di masa lalu, tarian ini difungsikan untuk menyambut tamu-tamu agung dan ditarikan khusus oleh putri-putri keraton. Dalam perkembangannya, keberadaan Baksa Kembang pun melebar ke tengah-tengah masyarakat Banjar dengan penarinya galuh-galuh Banjar. Perihal sejarahnya, tari ini diperkirakan telah ada sebelum pemerintahan raja pertama Kerajaan Banjar.

Tarian Daerah Provinsi Kalimantan Tengah

  1. Tari Kayau

Kayau merupakan tradisi yang mewarnai sejarah masa lalu suku Dayak. Ini merupakan tradisi memenggal kepala musuh untuk menunjukkan, salah satunya bahwa orang-orang Dayak merupakan petarung yang tak kenal rasa takut. Senjata Mandau memegang peranan penting dalam tradisi ini.

Saat ini, tradisi Kayau hanya dipelihara dengan dirupakan dalam bentuk tarian. Tarian Kayau ada, termasuk di Kalimantan Tengah. Meski demikian, keberadaan tari ini masih dianggap tabu dan tidak bisa sembarangan memainkannya. Sebagai ganti kepala manusia, dipenggallah kepala babi.

  •  Tari Giring-Giring

Tari Giring-Giring atau disebut juga Tari Tolang Totai atau Tari Ganggareng merupakan tarian dari budaya suku Dayak Ma’anyan. Seperti halnya Manasai, tarian Kalimantan Tengah yang satu ini juga mengekspresikan kegembiraan. Difungsikan sebagai penyambut tamu serta sebagai tari pergaulan muda-mudi.

Keistimewaan dari tari ini terletak pada properti tarian berupa tongkat yang biasa disebut Giring-Giring atau Gangareng. Tongkat ini terbuat dari bambu tipis. Di dalamnya diisi dengan biji “piding” sehingga mampu menghasilkan suara ritmis dengan alunan kangkanong (gamelan) oleh para penarinya.

Bentuknya tongkat ada dua, pendek dan panjang. Perpaduan keduanya menghasilkan suara yang unik. Yang pendek dipegang tangan kanan dan dimainkan dengan cara diayunkan. Adapun yang panjang dipegang tangan kiri untuk dihentakkan ke lantai. Sekilas tari ini mirip Tari Gantar di Kalimantan Timur.

Tarian Daerah Provinsi Kalimantan Timur

  1. Tari Gantar

Tari Gantar Rayatn merupakan tarian dari daerah Kalimantan Timur. Keunikan dari tari ini ada terdapat pada jenis tarinya yang memakai satu alat yaitu Gantar (kayu yang panjang), pada ujung tongkat tersebut diikatkan/digantung tengkorak manusia yang dibungkus dengan kain merah dan dihiasi dengan Ibus. Mereka menari berkeliling sambil menyanyi, dipinggang penari terikat Mandau. Apabila tidak memegang tongkat, mereka mengelewai (melambaikan tangan sesuai irama)

Tarian Daerah Kepulauan Riau

  1. Tari Boria

Selama ini kesenian Boria lebih dikenal berasal dari Penang, Malaysia. Namun, bukan berarti di Kepulauan Riau kesenian tersebut tak pernah ada. Bahkan, Boria hampir punah dan hanya tersisa di Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

Munculnya kesenian ini di Pulau Penyengat sejak abad ke-18. Tarian boria biasa ditampilkan saat acara menyambut tamu besar. Tarian ini menceritakan kolonel Belanda yang sedang bekerja dan selesai bekerja ingin segera bermain.

  • Tari Mak Yong

Selain Zapin, kesenian Melayu yang tersebar luas adalah teater tradisional Mak Yong yang biasa dipertunjukkan dalam bentuk dramatari. Selain di Medan dan Riau, khususnya di Kepulauan Riau, kesenian Melayu ini juga bisa ditemukan di negara Malaysia dan Thailand.

Mak Yong di Riau cukup unik karena menggunakan topeng untuk mewakili sebagian karakter. Kesenian ini pernah menjadi adat istiadat raja yang memerintah serta digunakan untuk merawat orang sakit. Saat ini, praktik seperti itu sudah tidak ditemukan lagi, termasuk yang ada di Indonesia.

Dalam pertunjukannya, kelompok penari dan pemusik menggabungkan berbagai unsur, termasuk upacara keagamaan, sandiwara, tari, musik, serta naskah yang sederhana. Uniknya, dua tokoh utamanya (pria dan wanita) yang keduanya diperankan oleh wanita. Dramatari ini diringi oleh rebab, gendang, dan tetawak

Tarian Daerah Propinsi Lampung

  1. Bedayo Tulang Bawang

Merupakan tarian tradisional Lampung yang sakral yang diperkirakan telah ada sejak abad ke-14. Istilah Bedayo merupakan pengucapan orang Menggala untuk menyebut budaya, sementara Tulang Bawang menunjuk pada nama daerah, yakni Kabupaten Tulang Bawang.

Dulu tari ini menjadi sarana pemujaan kepada para dewa. Setelah dibangkitkan kembali untuk dijadikan identitas budaya Tulang Bawang, kesenian ini lebih difungsikan sebagai tarian selamat datang. Tarian ini pernah dipentaskan saat HUT Kabupaten Tulang Bawang IX pada 8 Maret 2006.

Bedayo Tulang Bawang dibawakan oleh 12 penari putri yang menari dengan gerak dan busana yang sama. Tiga diantaranya membawa sesaji dan berada paling depan, sedangkan yang lain berada di belakang. Ada juga seorang putra pembawa payung. Musik klenongan tabuh Rajo Menggalo adalah pengiringnya.

  • Tari Hali Bambang

Tari Hali Bambang merupakan tarian khas Lampung yang merupakan warisan nenek moyang suku Lampung Sekala Brak. Di daerah Liwa, tarian ini diperkirakan telah ada sejak abad ke VI yakni pada masa keadatan Lampung Sekala Brak.

“Hali” berarti seperti dan Bambang berarti kupu-kupu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Halibambang merupakan tarian yang menggambarkan kupu-kupu yang sedang beterbangan, mengibas-ibaskan sayap di alam bebas atau berayun-ayun di bunga-bunga.

Hali Bambang merupakan salah satu contoh tarian adat Lampung yang dulunya hanya diperagakan di lingkungan keluarga Sekala Brak. Seiring perkembangan, tarian ini boleh dipentaskan di tempat terbuka sebagai tari hiburan atau tari penyambutan.

  • Tari Piring Dua Belas

Tari Piring Dua Belas merupakan tarian tradisional Lampung yang berkaitan dengan gawi adat masyarakat Lampung yang beradat Saibatin. Berasal dari Sekala Bekhak, kecamatan Belalau, Lampung Barat. Tari ini terlahir seiring sejarah Kerajaan Beniting yang berubah menjadi Kerajaan Semaka.

Tarian piring dalam hal ini dikenal ada empat macam. Ada Tari Piring Biasa, penarinya bujang gadis. Ada Tari Piring Buha, ditarikan oleh bujang. Tari Piring Maju Ngekkes dibawakan oleh gadis, serta Tari Piring Dua Belas yang dibawakan oleh bujang gadis (mulei mekhanai).

Tarian Piring 12 diperkirakan telah ditarikan sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. Perihal penamaannya, disebut piring 12 karena paksi marga Benawang mempunyai 12 bandar. Dari setiap bandar mempunyai ulubalang – ulubalang dan setiap ulubalang pasti mempunyai pasukan perang

Tarian Daerah Propinsi Maluku

  1. Tari Cakalele

Cakalele merupakan tarian perang Maluku yang digunakan untuk menyambut tamu atau sebagai bagian perayaan adat. Kesenian ini telah mentradisi dan biasa digelar setiap tahunnya untuk memeriahkan Legu Gam (Pesta Rakyat) yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah bersama pihak Kesultanan Ternate.

Merujuk pada fungsinya, Tarian Cakalele terbagi menjadi dua jenis. Sebagai tarian tradisional yang sarat nuansa magis dan tarian festival untuk memeriahkan berbagai acara di Maluku. Dalam penyajiannya, tari ini akan melibatkan banyak orang, sekitar 30 orang penari.

Istilah Cakalele merupakan gabungan dari dua suku kata dalam bahasa Ternate, yakni “Caka” berarti setan dan “Lele” berarti mengamuk. Secara harfiah Cakalele mengandung arti “setan atau roh yang mengamuk“. Dalam prakteknya, tidak jarang arwah nenek moyang memasuki penari.

  • Tari Lenso

Tari Lenso merupakan tari tradisional Maluku bertemakan pergaulan. Sebuah tarian rakyat yang difungsikan sebagai perekat persaudaraan kekerabatan dalam kehidupan sosial masyarakat Maluku. Gerakannya sederhana dan mudah agar bisa ditarikan oleh siapa saja dari kalangan apa saja.

Tarian ini telah ada sejak ratusan tahun yang lalu, berawal dari masuknya Portugis di Maluku pada tahun 1612. Istilah “lenso” sendiri berasal dari bahasa Portugis yang berarti sapu tangan sebagai properti utamanya. Sapu tangan yang digunakan umumnya berwarna putih atau merah.

Tari Lenso umumnya ditarikan oleh perempuan. Mereka menari mengenakan Baju Cele dan kebaya putih lengan panjang, serta Kain Salele. Sebagai pengiring digunakan alat musik tradisional Maluku, yakni tifa dan totobuang. Tifa adalah sejenis kendang, adapun totobuang mirip Bonang dalam Gamelan.

  • Tari Seureka reka

Tari Seureka-reka merupakan salah satu tarian khas Maluku yang populer karena sering meramaikan berbagai acara adat maupun hiburan. Di masa awal Seureka-reka merupakan hiburan bagi para petani sagu saat musim panen tiba. Mereka memainkannya sebagai ungkapan rasa syukur.

Dalam prakteknya, Tari Seureka-reka melibatkan 8 orang penari, 4 laki-laki dan 4 perempuan. Penari laki-laki bertugas memainkan gada-gada (bilah pohon sagu), sementara penari perempuan menari dan menghindari properti tari yang sekaligus sebagai musik pengiring tersebut.

Tarian Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat

  1. Tari Gandrung Lombok

Dalam perjalanan sejarah, kesenian Gandrung Banyuwangi melebar hingga ke Bali untuk kemudian tiba di Lombok. Di masa lalu, Bali dan Lombok Barat (Karangasem) merupakan kesatuan daerah kultural. Sehubungan dengan keberadaan Gandrung, tarian ini sudah populer sebelum kerajaan Lombok terakhir jatuh di tahun 1894.

Gandrung Banyuwangi menyebar ke Bali dan menyesuai dengan karakter lokalnya. Demikian pula Gandrung Bali yang ditarikan oleh penari laki-laki berbusana wanita, sempat bertahan di Lombok hingga 1930-an. Selanjutnya, penari Gandrung Lombok diganti wanita. Di tahun 1938, tarian ini sudah tersebar ke seantero Lombok.

  • Tari Rudat

Tari Rudat merupakan tarian tradisional NTB yang juga dari Suku Sasak Lombok. Rudat lebih mirip dengan pertunjukan pencak silat. Di dalamnya ada gerak memukul, menendang, memasang kuda-kuda, hingga menangkis. Dalam fungsinya, tarian ini dipertunjukkan sebagai penyambut tamu dan pengisi acara-acara formal daerah.

Rudat telah ada sejak abad ke-15. Terlahir sebagai perkembangan kesenian Turki bersamaan dengan penyebaran agama Islam di Indonesia. Penarinya 13 orang berbusana mirip prajurit. Ada seorang komandan bermahkota memegang sebilah pedang. Alunan musik Melayu, rebana, mandolin, biola, dan jidor adalah pengiringnya.

Tarian Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur

  • Tari Caci

Tarian Caci merupakan sejenis tarian perang sekaligus permainan rakyat. Tarian daerah NTT asal Flores ini melibatkan dua penari laki-laki. Satu orang bersenjata cambuk bertindak sebagai penyerang dan seorang lainnya bertahan dengan sebuah perisai (tameng).

Penyerang disebut paki, penangkisnya disebut ta’ang. Ada dua kelompok terlibat, yakni kelompok tuan rumah (ata one) dan kelompok desa lain (ata pe’ang/meka ladang atau tamu penantang). Pemain dari dua kelompok secara bergantian menjadi penyerang dan penangkis.

Selain menari, penyerang memainkan perannya sambil berpantun dan bernyanyi. Penangkis sangat mungkin terluka, jika cambukan sampai mengenai matanya, maka langsung dianggap kalah. Tarian ini dimainkan saat acara musim panen (hang woja) dan ritual tahun baru (penti).

Tari Ja’i

Tarian Nusa Tenggara Timur juga termasuk Tari Ja’i, sebuah tarian khas suku Ngada di Kabupaten Ngada di pulau Flores. Tarian ini lahir sebagai bagian dari ritus Sa’o Ngaza, yakni upacara yang dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa syukur dan kegembiraan.

Ini merupakan jenis tarian massal atau tarian komunal, sehingga keindahan dan daya tariknya terletak pada keseragaman dan energi para penarinya. Tari Ja’i biasa digelar di tengah kampung dengan diiringi lima buah gong dan tiga buah tambur atau gendang.

Tarian Daerah Propinsi Papua

  • Tari Kafuk

Oleh karena besarnya nilai penghormatan terhadap tamu, masyarakat Papua memiliki banyak ragam tari penyambutan. Salah satunya adalah Tari Kafuk, tarian adat Papua Barat. Sama seperti tarian penyambutan lainnya, ini merupakan ungkapan rasa suka cita.

Dalam tarian ini, belasan penari dari berbagai usia menari dengan mengenakan pakaian adat senada. Para perempuannya mengayunkan tangan seolah mengajak bermain. Sementara itu, para pria meregangkan barisan dan tamunya berada di antara mereka.

Sambil menari, mereka mengarak tamu keliling kampung. Sampai di tengah kampung, formasinya berubah melingkar seiring kepala suku keluar. Tamunya tetap di tengah penari, diucapkanlah ungkapan “Siau Tayunu Foo siau…” yang bermakna selamat datang.

  • Tari Perang

Setiap suku di Indonesia memiliki tarian perangnya sendiri, tidak terkecuali masyarakat di Papua. Tari Perang Papua merupakan tarian tua. Tarian klasik sejak ribuan tahun yang lalu bahkan dikatakan sebagai peninggalan masa prasejarah Indonesia.

Dalam fungsinya, konon tarian khas Papua Barat ini merupakan perlambang betapa kuat dan gagahnya orang Papua. Disinyalir, tarian ini dulunya menjadi bagian dari upacara adat ketika hendak melangsungkan peperangan antar suku dan kelompok.

Tari Perang adalah dibawakan oleh para penari pria secara berkelompok, mulai dari 7 orang atau lebih. Mereka menari diiringi oleh suara genderang dan lantunan lagu perang. Gerakannya khas bersemangat seperti prajurit yang akan menuju medan perang.

Gerakan tari sangat unik, bervariatif dan enerjik untuk mengisyaratkan kepahlawanan dan kegagahan rakyat Papua. Selain pada gerakan penari dalam memainkan senjata yang dibawanya, keunikan tari ini juga terlihat pada busana para penarinya, khas Papua.

  • Tari Suanggi

Suanggi merupakan salah satu nama tarian adat Papua Barat yang kental dengan nuansa magis dan mistis. Tari ini mengisahkan tentang seorang laki-laki yang ditinggalkan mati oleh istrinya karena menjadi korban angi-angi (roh jahat).

Masyarakat Papua Barat menggunakan istilah Suanggi untuk menyebut roh jahat (kapes) yang belum mendapat kenyamanan di alam baka. Roh-roh ini diyakini suka merasuki tubuh wanita. Wanita yang berhasil dirasuki disebut Kapes Fane atau kapes Mapo.

Kapes Fane terkadang juga disebut perempuan Suanggi. Keberadaannya suka mencelakakan orang lain. Dari fenomena ini, para tetua pun melakukan Mawi untuk mengetahui siapa sebenarnya perempuan itu. Jika diketemukan, maka akan dibunuh dan dibedah perutnya.

Singkat kata, kepercayaan masyarakat Papua pada keberadaan Suanggi tersebut dirangkum dan direkam dalam bentuk seni pertunjukan. Dikenallah Tari Suanggi yang secara turun temurun di pelihara dan senantiasa dilestarikan hingga saat ini.

Tarian Daerah Propinsi Sulawesi Selatan

  • Tari Ma’Badong

Ma’Badong merupakan tarian khas Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu tarian adat Suku Toraja. Sebuah tarian ritual yang menjadi bagian dari Rambu Solo atau upacara kematian. Pa’badong (para peserta) menarikannya dalam formasi melingkar, saling berpegangan mengaitkan jari kelingkingnya.

Pa’badong yang umumnya pria dan wanita setengah baya itu dipimpin oleh Indo’ Badong (perempuan) dan Ambe’ Badong (laki-laki). Keduanya memimpin sambil melantunkan syair (Kadong Badong) yang nantinya juga diikuti oleh semua penari berbalas-balasan. Gerakan tari senada dengan lantunan syair tersebut.

Sebagai tarian ritual, Ma’Badong memiliki aturan baku. Salah satunya jumlah penari minimal harus lima orang, syairnya juga terstruktur ditambah dengan riwayat hidup dari orang yang meninggal dari lahir sampai wafatnya. Durasi tari sangat lama, bahkan ada yang sampai tiga hari tiga malam sambung menyambung di pelataran duka.

  • Tari Maranding

Sama halnya dengan Ma’Badong, Ma’Randing juga masih berhubungan dengan Upacara Rambu Solo. Namun, tari ini umumnya disajikan pada pemakaman besar untuk orang yang memiliki kasta lebih tinggi (bangsawan). Istilah Ma’Randing berasal dari kata randing yang berarti memuliakan sambil menari.

Pada dasarnya, ini merupakan tarian patriotik atau perang. Para penari yang membawakannya mengenakan pakaian perang tradisional dengan membawa perisai besar, pedang, serta berhias sejumlah ornamen. Dalam Rambu Solo, tari ini disajikan untuk memuji keberanian dan kekuatan almarhum selama hidupnya.

Dalam Tarian Ma’Randing ditunjukkan bagaimana seseorang dalam memakai senjata tradisional. Selama menari, para penarinya juga berteriak salang menyemangati dan diikuti pula oleh para penontonnya. Makna asli tarian ini adalah penjagaan desa, juga melindungi pada gadis muda dari penculikan desa tetangga.

Tarian Daerah Propinsi Sulawesi Tengah

  • Tari Balia

Balia merupakan Tarian Sulawesi Tengah khas Suku Kaili. Sebuah tarian ritual untuk memuja dewa-dewa dan roh nenek moyang. Meski Islam telah masuk dan menjadi agama mayoritas, keyakinan terhadap hal-hal gaib sehubungan leluhur masih sangat kental. Tari Balia merupakan upaya pengakuan terhadap kekuatan yang dianggap suci, yang dianggap bisa mendatangkan berkah dan musibah.

Dalam prakteknya, Balia merupakan tradisi penyembuhan. Masyarakat Kaili menyakini bahwa musibah penyakit datang karena manusia gagal menjaga keharmonisan hubungan dengan penguasa alam. Oleh mereka penguasa alam dipersonifikasikan dalam bentuk leluhur dan dewa-dewa. Ketika datang suatu penyakit, cara menyembuhkannya adalah dengan memuja-muja lagi dewa yang memberi sakit.

Tarian ini biasa dilakukan ketika upaya medis tak berhasil menyembuhkan. Diadakan di rumah pemujaan yang disebut Lobo, baik oleh individu maupun kelompok. Sebagai tarian ritual, selain ada rupa sesajen, tari ini dimulai dengan pembacaan mantra untuk memanggil roh leluhur. Prosesinya bisa berlangsung hingga tujuh hari tujuh malam dengan penyembelihan hewan sebagai acara puncaknya.

  • Tari Torompio

Selain Dero, Tarian Daerah Sulawesi Tengah yang berasal dari Suku Pamona adalah Tari Torompio. Dalam bahasa Pamona, Torompio berarti “Angin Berputar”. Torompio sendiri merupakan tarian pergaulan tradisional yang melambangkan para remaja yang sedang dimabuk asmara. Disajikan dengan iringan gong, gendang, karatu (gendang duduk), dan gitar. Para penarinya menari sambil menyanyikan syair lagu tentang asmara.

Dalam sejarahnya, Torompio lahir di zaman penjajahan Jepang di Indonesia terutama di Tanah Poso saat pembukaan jalan Takolekaju. Tari ini diyakini pertama kali lahir di Desa Taripa di Pamona Timur. Pada tahun 1943 atas jasa Almarhum Bapak T. Lanipa, seorang guru di desa tersebut, tarian ini menjadi populer. Sejak saat itu, tari ini terus dikembangkan dan dilestarikan hingga saat ini.

Tarian Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara

  • Tari Mangaru

Tari mangaru adalah tarian Sulawesi Tenggara yang lebih tepatnya berasal dari Desa Konde, Kecamatan Kambowa, Kabupaten Buton Utara. Tarian ini menggambarkan tentang keberanian pria zaman dulu ketika berada di medang perang. Para penari akan mempertunjukkan gerakan 2 orang pria yang saling adu kekuatan dengan menggunakan keris.

Untuk mengimbangi semangat para penarinya, alunan musik bertempo cepat dari mbololo (gong), kansi-kansi dan dua buah kendang menjadi pengiring tarian ini. Tarian Mangaru biasa ditampilkan pada upacara adat atau acara-acara lain yang melibatkan banyak orang. Di pesta panen, acara khitanan dll.

  • Tari Lumense

Tarian dari Sulawesi Tenggara berikutnya adalah Tari Lumense. Tarian Suku Moronene di Pulau Kabaena (Tokotua), Kabupaten Bombana. Istilah Lumense bisa diartikan mengais (lumee) sambil meloncat-loncat (e’ense). Tari yang dulunya sakral ini kini digunakan untuk menyambut tamu dan pada pesta-pesta rakyat.

Tari ini menggunakan parang dan beberapa pohon pisang sebagai properti. Dibawakan oleh 12 perempuan, 6 sebagai laki-laki dan 6 sebagai perempuan. Mereka bergerak dinamis yang disebut moomani (ibing). Klimaksnya ketika penari terus moomani dan menebaskan parang ke pohon pisang hingga pohonnya jatuh.

Dulu, Lumense menjadi bagian dari pe-olia, yakni ritual penyembahan roh halus untuk tolak bala. Awalnya tidak semua orang bisa menarikannya, karena penari dipilih berdasarkan garis keturunan yang disebut “wolia”. Mereka menari dalam kondisi kesurupan, tidak berhenti sampai semua pohon pisang ditebas.

  • Tari Umoara

Salah satu tarian daerah Sulawesi Tenggara dari Suku Tolaki adalah Tari Umo’ara. Sejenis tarian perang yang mempertunjukkan ketangkasan bermain taawu (parang) dan menangkis dengan kinia (tameng). Selain itu, tari ini juga melatih otot melalui hentakan kaki serta melatih ketangkasan mata.

Istilah Umo’ara berarti mencoba / coba-coba. Di masa lalu, tarian ini biasa dipentaskan untuk menyambut para prajurit kerajaan Mekongga dan Konawe setelah mereka memenangkan peperangan. Adapun saat ini, Tarian Umoara lebih berfungsi hiburan, sebagai tari penyambutan dan seni pertunjukan.

Dalam prakteknya, Umoara dibawakan oleh 2 hingga 3 penari laki-laki dengan gerakan energik penuh semangat. Mereka melompat-lompat, berduel saling menyerang diwarnai dengan teriakan-teriakan keberanian. Seperti umumnya tari tradisional Sulawesi Tenggara, tari ini juga diiringi oleh gong.

Tarian Daerah Propinsi Sulawesi Utara

  • Tari Gunde

Tarian khas Sulawesi Utara lainnya adalah Tari Gunde, tarian tradisional kebanggaan masyarakat Sangihe Talaud. Sebuah tari sakral sebagai persembahan kepada Genggona Langi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Ini merupakan tarian adat yang sempat menjadi tari istana hingga kemudian kembali menjadi milik rakyat.

Tarian Gunde telah demikian mentradisi dalam perannya yang menjadi bagian dari berbagai upacara adat. Semuanya serba adat, termasuk busananya yang disebut Leku Tepu. Gunde bukanlah tari yang dikembangkan. Namun dijaga, dilestarikan dan dipertahankan sesuai bentuk keasliaannya, karena sifatnya yang sakral.

Dalam Tari Gunde, disajikan gerakan-gerakan sederhana. Penarinya adalah 13 orang wanita dengan seorang pemimpin tari yang disebut Patangataseng. Mereka menari dengan lemah gemulai untuk melambangkan kehalusan budi dan keagungan wanita Sangihe Talaud. Tarian mereka harmoni bersama iringan lagu Sasambo serta alat musik Tagonggong.

  • Tari Maengket

Umumnya, tari tradisional Minahasa senantiasa melekat menggambarkan corak hidup masyarakat yang agraris. Namun tidak semuanya begitu, salah satunya dicontohkan oleh Tari Katrili yang biasanya dipentaskan oleh muda mudi. Tari yang mentradisi sebagai jejak persinggungan budaya Minahasa dengan budaya Eropa, yakni Portugis-Spanyol.

Kultur Eropa kentara dalam Katrili. Dalam buku Sejarah dan Kebudayaan Minahasa oleh Jessy Wenas, disebutkan nama tarian ini berasal dari bahasa Eropa, yaitu Quadrille. Tari ini memiliki dua jenis langkah, yaitu Waltz irama 3/4 dan Gallop langkah 2/4, dengan aba-aba komando dilakukan oleh pemimpin tari dalam bahasa Perancis.

Katrili berasal dari Lalaya’an ne Kawasaran, yaitu tarian dengan formasi dua baris saling berhadapan dan bertukar tempat. Di masa pendudukan Spanyol di Minahasa, tarian adat ini berubah menjadi tari pergaulan, dikenal dengan nama Lansee. Ditarikan oleh pria dan wanita berpasangan yang bergerak berputar dan bertukar posisi.

Tarian Daerah Propinsi Sumatra Barat

  • Tari Pasambahan

Tari Pasambahan merupakan tari tradisional Minangkabau yang berkembang merata di seantero Sumatera Barat. Sebuah tari penyambutan yang memvisualisasikan ungkapan selamat datang dan rasa hormat pada tamu. Di luar fungsi itu, tari ini juga ditampilkan dalam seni pementasan untuk hiburan masyarakat.

Tari ini cukup melekat dengan upacara pernikahan adat Minang. Biasanya ditampilkan saat kedatangan tamu yang datang dari jauh, atau saat pengantin pria tiba di rumah pengantin wanita. Dalam penyajiannya, tamu dipayungi sebagai bentuk penghormatan, setelahnya dilanjutkan dengan suguhan daun sirih dalam carano

  • Tari Tempurung

Tari Tempurung atau disebut juga tari Galuak merupakan tarian adat Sumatera Barat khas masyarakat Kanagarian Batu Manjulur. Seperti namanya, tari yang telah ada sejak 1952 ini ditarikan dengan menggunakan properti tempurung yang diletakkan dalam posisi tertutup di kedua telapak tangan para penari.

Tari Tempurung bersifat hiburan, disajikan dengan iringan musik tradisional, yakni talempongtambur, dan giring-giring. Biasa ditampilkan untuk penyambutan tamu kehormatan, acara adat Minangkabau, maupun saat Baralek (nikah) di Daerah Batu Manjulur. Sampai sekarang tarian ini tetap lestari di wilayah tersebut.

  • Tari Kain

Sama halnya dengan Tarian Saputangan, Tari Kain juga merupakan warisan budaya masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan, khususnya di Kecamatan Bayang dan Painan. Tari ini awalnya merupakan media bagi perguruan Pencak Silat untuk mengukur sejauh mana kemampuan silat murid-murid di perguruan tersebut.

Beragam pendapat mewarnai bagaimana sejarah awal tarian ini. Salah satu pendapat populer mengatakan bahwa tarian ini berasal dari Bayang. Pendapat tersebut merujuk pada daerah turunnya nenek moyang orang Painan dan Bayang dari daerah Kubuang Tigo Baleh (Solok). Berawal dari Bayang hingga kemudian menyebar ke Painan.

Tarian Daerah Propinsi Sumatra Selatan

  • Tari Gending Sriwijaya

Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian khas Sumatera Selatan yang difungsikan untuk menyambut tamu-tamu kehormatan yang datang dan berkunjung ke Palembang. Tari tradisional ini mencoba menggambarkan kebesaran dan kemasyuran Kerajaan Sriwijaya karena tarian ini terinsipirasi masa kejayaan kerajaan tersebut

Ragam geraknya mengkombinasikan unsur-unsur gerak Buddhisme dan gerak tapa Budha seperti yang ada di relief Candi Borobudur, dengan unsur-unsur adat istiadat Batanghari Sembilan. Batanghari Sembilan merujuk pada sembilan sungai yang mengalir di Sumatera Selatan. Tari ini bermula dari tarian adat di wilayah tersebut.

Jumlah penarinya yang sembilan dikatakan juga merujuk pada Batanghari Sembilan, sebagai simbol bahwa persembahan tari ini dilakukan atas nama semua daerah yang ada di Sumatera Selatan. Tidak hanya tarian, istilah Gending Sriwijaya juga merupakan nama lagu pengiringnya, yakni lagu Gending Sriwijaya

  • Tari Tanggai

Seperti halnya Tarian Gending Sriwijaya, Tari Tanggai juga merupakan tarian Sumatera Selatan untuk penyambutan tamu atau tari selamat datang. Sebagai pembeda, Tari Tanggai biasa dipertunjukkan dalam upacara pernikahan adat Palembang untuk menggambarkan keramahan dan rasa hormat atas kehadiran sang tamu yang memenuhi undangan.

Keindahan tarian khas Sumatera Selatan ini terlihat melalui perpaduan gerak gemulai dengan busana khas daerah kelima penarinya. Tidak hanya itu, sajian Tari Tanggai juga berlangsung harmoni dengan lagu pengiringnya yang berjudul “enam bersaudara”. Sebuah lagu yang melambangkan keharmonisan hidup masyarakat Palembang.

Nuansa Melayu sangat kental melalui instrumen pengiring, namun tidak meninggalkan warna musik daerah Palembang. Tanggai merupakan tarian tua yang dulunya merupakan pengantar persembahan terhadap dewa-dewa. Di masa lalu tarian ini sakral dan disucikan sehingga tidak boleh ditarikan secara sembarangan.

  • Tari Sambut

Tarian dari Sumatera Selatan banyak didominasi tari penyambutan, termasuk juga Tari Sebimbing Sekundang yang berasal dari kalangan masyarakat Ogan Komering Ulu (OKU). Penamaan tari ini mengusung makna berjalan seiring dan saling membantu dalam melaksanakan sesuatu untuk menggapai keberhasilan.

Pesan-pesan yang terkandung dalam namanya tergambar dalam gerak tari yang disajikan. Pesan tersebut juga tersampaikan pada setiap bagian yang membangun tari ini. Gerak, busana dan musik pengiring merupakan perpaduan gerak, busana, dan musik pengiring dari berbagai kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ulu.

Tarian Daerah Propinsi Sumatra Utara

  • Tari Piso surit

Tarian Sumatera Utara selanjutnya merupakan tarian khas suku Batak Karo, yakni Tari Piso Surit. Nama tarian ini diambil dari nama seekor burung yang suka bernyanyi. Istilah Piso Surit juga sebagai judul lagu yang mengiring tarian ini, karya dari komponis Batak Karo, Djaga Depari.

Dalam prakteknya, Tari Piso Surit mengisahkan seorang gadis menanti datangnya sang kekasih. Lama menanti dan bersedih hingga digambarkan bagai burung Piso Surit yang berkicau, memanggil-manggil nama sang pujaan hati. Tarian ini dibawakan dengan lemah gemulai untuk menggambarkan kesedihan itu

  • Tari Tandok

Tari Tandok merupakan tarian Sumatera Utara dari masyarakat Batak di wilayah Tapanuli Utara. Kesenian ini sangat erat kaitannya dengan budaya tanam dalam lingkup masyarakat Batak. Tarian ini menggambarkan kegiatan para ibu ketika memanen beras di ladang dengan menggunakan tandok.

Tarian Tandok disajikan oleh empat penari perempuan, atau bisa lebih dari empat asal berjumlah genap. Semua penari mengenakan pakaian tradisional yang didominasi warna hitam dan merah. Selain tandok, mereka juga menggunakan properti berupa ulos dan kain sarung.

Tari ini lebih banyak menghadirkan gerakan tangan. Pada bagian tertentu, para penari akan membentuk formasi melingkar mengelilingi tandok yang diletakkan di tengah mereka. Baca artikel lebih lengkap mengenai tarian ini melalui tautan Tarian Tandok Sumut.

Dalam sebuah tarian antara tubuh, gerak komposisi tari tidak dapat dipisahkan.Dalam sebuah tarian terdapat unsur-unsur yang membangunnya yakni unsur gerak, tenaga dan waktu.

            Tari tradisional adalah tari yang telah melampaui perjalanan perkembangannya cukup lama, dan senantiasa berfikir pada pola-pola yang telah mentradisi. Para ahli antropologi percaya bahwa tarian di Indonesia berawal dari gerakan ritual dan upacara keagamaan dan juga alam. dan setiap propinsi di Indonesia memiliki tariannya sendiri.

Semoga tulisan ini bermanfaat, selamat belajar.

Leave a comment